PENGEREMAN DINAMIK MOTOR INDUKSI TIGA FASA

PENGEREMAN DINAMIK MOTOR INDUKSI TIGA FASA Mahpudin/41407110059 Jurusan Teknik Elektro FTI – Mercubuana I. Pendahuluan Motor induksi tiga fasa banyak digunakan oleh dunia industri karena memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan yang dapat diperoleh dalam pengendalian motor-motor induksi tiga fasa yaitu, strtuktur motor induksi tiga fasa lebih ringan dibandingkan motor arua searah untuk daya yang sama, harga satuan relative lebih murah, dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih hemat. Pengereman pada motor induksi tiga fasa,secara umum masih menggunakan metoda yang sederhana, dengan cara pengereman mekanik dimana torsi pengereman dihasilkan oleh peralatan pengerman yang berupa sepatu rem dan drum yang terpasang pada poros rotor. Pada pengereman ini energi putar dari rotor dikurangi dengan cara menekan poros rotormenggunakan sepatu rem. II. Dasar Teori 2.1 Motor Induksi Pada motor induksi arus rotor bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar yang dihasilkan oleh stator. 2.2. Kontruksi Motor Induksi Tiga Fasa Motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator dan rotor. Tipe dari motor induksi tiga fasa berdasarkan lilitan pada rotor dibagi dua macam yaitu rotor belitan adalah tipe motor induksi yang memiliki rotor terbuat dari lilitan yang sama dengan lilitan statornya dan rotor sangkar tupai yaitu tipe motor induksi dimana kontruksi rotor tersusun oleh beberapa batangan logam yang dimasukkan melewati slot-slot yang ada pada rotor motor induksi, kemudian setiap bagian disatukan oleh cincin sehingga membuat batangan logam terhubung singkat dengan batangan logam yang lain. 2.3. Beban Motor Induksi Tiga Fasa Dalam melaksanakan pengujian pengereman dinamik digunakan dynamometer DC sebagai beban motor induksi. Dinamometer DC berfungsi untuk mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. 2.4. Pengereman Pada Motor Listrik Pengereman secara elektrik, torsi pengereman dihasilkan berdasarkan nilai injeksi yang diberikan pada belitan stator. Pada pengereman secara elektrik energi putaran rotor diubah menjadi energi elektrik yang kemudian dikembalikan ke suplai daya. Pengereman secara elektrik tidak dapat menghasilkan torsi untuk menahan beban dalam keadaan sudah berhenti dan membutuhkan sumber energi listrik untuk mengoperasikannya. 2.4. Pengerman Dinamik Pengereman dinamik digunakan untuk menghentikan putaran rotor motor induksi . Tegangan pada stator diubah dari sumber tegangan AC menjadi tegangan DC dalam waktu yang sangat singkat.Torsi yang dihasilkan dari pengereman tergantung pada besar arus DC yang diinjeksikan pada belitan stator. III. Kesimpulan Metode pengereman dinamik memiliki keuntungan antara lain kemudahan pengaturan kecepatan pengereman terhadap motor induksi tiga fasa dan kerugian mekanis dapat dikurangi Dengan mengaplikasikan pengereman dinamik pada motor indukssi tiga fasa didapatkan hasil proses menghentikan putaran motor induksi lebih cepat dibandingkan tanpa pengereman dinamik. DAFTAR PUSTAKA 1) Eugene C. Lister, Ir. Drs. Hanafi Gunawan, Mesin Dan Rangkaian Listrik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993. 2) Fizgerald, Kingsley, Umans, Mesin-Mesin Listrik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1997. 3) Harten, P. Van, Instalasi Arus Kuat 3, CV,Trimitra Mandiri, Jakarta,1978. 4) I J Nagrath, D P kothari, Electric Macines, Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd, NewDelhi, 1985. 5) Kadir A, Mesin Tak Serempak, Djambatan, Jakarta, 1981. 6) M. Chilikin, Electric Drive, MIR Publisher, Moscow, 1970. 7) M. Rashid, Power Electronics Circuit, Device, and Aplication 2 , Prentice-Hall International Inc, 1988. 8) M.V.Dcshpande, Electric Motor : Applictions And Control, A.H. Wheeler & Co. Ltd, India, 1990. 9) Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000. 10) P.C. Sen, Principles Of Electric Machines And Power Electronics, Second Edition, JohnWiley &Sons, USA, 1997. 11) Sumanto, MA, Motor Listrik Arus Bolak-Balik, Endi Offset, Yogyakarta, 1993. 12) Team,Instalasi listrik, TEDC, Bandung. 13) Theodere Wildi, Electrical Machines, Drives and Power System 3 , Prentice Hall Inc, New Jersey, 1997. 14) VedamSubrahmanyam, Electric Drives, Concepts and Applications, Tata McGraw-Hill, New Delhi,1994. 15) Zuhal, Dasar TenagaListrik Dan Eletronika Daya, Gramedia, Jakarta, 1995.

LOSESS (RUGI-RUGI) AKIBAT ADANYA ARUS NETRAL PADA PENGHANTAR TRANSFORMATOR

LOSESS (RUGI-RUGI) AKIBAT ADANYA ARUS NETRAL PADA PENGHANTAR TRANSFORMATOR Mahpudin/41407110059 Teknik Elektro FTI-UMB PENDAHULUAN Dewasa ini Indonesia sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan maka dituntut adanya sarana dan prasarana yang mendukungnya seperti ; tersedianya tenaga listrik. Saat ini tenaga listrik merupakan kebutuhan yang utama, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk kiebutuhan industri. Penyediaan tenga listrik yang stabil dan kontinu merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik tersebut, terjadi pembagian beban-beban yang pada awalnya merata, tetapi karena ketidakserempakan waktu penyalaan beban-beban tersebut menimbulkan ketidakseimbangan beban yang berdampak pada penyediaan tenaga listrik. Ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa (fasa R, fasa S dan fasa T) inilah yang menyebabkan mengalirkan arus di netral trafo. TEORI TRANSFORMATOR Transformator merupakan suatu alat listrik yang mengubah tegangan arus bolak-balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip-prinsip induksi elektro magnet. Transformator terdiri dari sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis dan dua (2) buah kumparan, yaitu kumparan primer dan sekunder. Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hokum ampere dan hokum faraday, yaitu arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. PENGHITUNGAN ARUS BEBAN PENUH TRANSFORMATOR Daya transformator jika ditinjau dari sisi tegangan tinggi (primer) dapat dirumuskan sebagai berikut : S = . V . I (1) Dimana : S = Daya transformator (kVA) V = Tegangan sisi primer transformator (kV) I = Arus Jala-jala (A) Sehingga untuk menghitung arus beban penuh dapat menggunakan rumus : IFL = (2) Dimana : IFL = Arus beban penuh (A) S = Daya transformator (kVA) V = Tegangan sisi sekunder transformator (kV) LOSESS (RUGI-RUGI) AKIBAT ADANYA ARUS NETRAL PADA PENGHANTAR TRANSFORMATOR Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder trafo mengalirlah arus di netral trafo. Arus yang mengalir pada penghantar netral trafo ini menyebabkan losses. Losses pada penghantar netral trafo ini dapat dirumuskan sebagai berikut : PN = IN . RN (3) Dimana : PN = Losses pada penghantar netral trafo ( watt) IN = Arus yang mengalir pada netral trafo (A) RN = Tahanan penghantar netral trafo ( ) Sedangkan losses yang diakibatkan karena arus netral yang mengalir ke tanah dapat dihitung dengan perumusan sebagai berikut : PG = IG . RG (4) Dimana : PG = Losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah (watt) IG = Arus netral yang mengalir ke tanah (A) RG = Tahanan pembumian netral trafo ( ) KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan : • Ketiga vektor arus / tegangan sama besar • Ketiga vector saling membentuk sudut 120 satu sama lain. Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi. Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada tiga (3), yaitu : • Ketiga vector sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120 satu sama lain • Ketiga vector tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120 satu sama lain • Ketiga vector tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120 satu sama lain PENYALURAN DAN SUSUT DAYA Misalnya daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan penghantar netral. Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus pasa dalam keadaan seimbang maka besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut : P = 3 . . .cos Dengan : P = daya pada ujung terkirim V = tegangan pada ujung kirim cos = factor daya Daya yang sampai ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi penyusutan dalam saluran. Jika adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi dengan keadaan tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b dan c sebagai beikut : = a = b (6) = c Dengan IR, Is, dan IT berturut-turut adalah arus di fasa R,S, dan T. Bila factor daya di ketiga fasa dianggap sama walaupun besarnya arus berbeda, besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai : P = ( a + b + c ) . . . cos (7) Apabila persamaan (7) dan persamaan (5) menyatakan daya yang besarnya sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk koefisien a, b, dan c yaitu : a + b + c = 3 (8) dimana pada keadaan seimbang nilai a = b = c = 1 Kesimpulan Ketidakseimbangan beban pada trafo semakin besar karena penggunaan beban listrik tidak merata. Semakin besar ketidakseimbangan beban pada trafo maka arus netral yang mengalir ke tanah dan losses trafo semakin besar.Salah satu cara mengatasi losses arus netral adalah dengan membuat sama ukuran kawat netral dan fasa. Daftar pustaka 1. Abdul Kadir,Distribusi dan Utilasi Tenaga Listrik, Jakarta: UI-Press,2000. 2. PersyaratanUmum Instalasi Listrik 2000(PUIL2000), Jakartal: Badan Standarisasi Nasiaonal,2000. 3. James J. Burke, Power Distribusi Engineering Fundamentals And Applications, New York: Marcel Dekker Inc,1994. 4. Sudaryatno Sudirham, Dr., Pengaruh Ketidakseimbangan Arus Terhadap Susut Daya pada saluran, Bandung: ITB, Tim Pelaksana Kerjasama PLN-ITB,1991. 5. Sulasno, Ir., Teknik Tenaga Listrik, Semarang: Satya Wacana,1991. 6. Zuhal, Dasar Tenaga Listrik, Bandung: ITB, 1991. 7. Abdul Kadir, Transformator, Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 1989.

STUDI PENGGUNAAN RECLOSER UNTUK MENGATASI GANGGUAN TEMPORER PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH

STUDI PENGGUNAAN RECLOSER UNTUK MENGATASI GANGGUAN TEMPORER PADA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH Mahpudin/41407110059 Teknik Elektro/FTI-UMB I. Pendahuluan Kebutuhan energi listrik pada suatu negara berkembang seperti Indonesia semakin lama semakin meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan.Pada dasarnya sebagian besar energi listrik ini dipergunakan untuk instalasi penerangan pada rumah-rumah, perkantoran, serta pabrik-pabrik industri (instalasi industri). Pengaturan energi listrik kepada konsumen melalui jaringan tegangan menengah kadang kala mengalami beberapa gangguan. Terdapat 2 jenis gangguan yang akan mengakibatkan terputusnya aliran listrik ke konsumen yaitu : gangguan yang bersifat sementara yang biasa terjadi pada saluran udara dan gangguan bersifat permanent yang biasanya terjadi pada saluran kabel tanah. Salah satu cara untuk mengatasai gangguan sementara agar terputusnya aliran listrik tidak terlalu lama adalah dengan memanfaatkan recloser pada jaringan tegangan menengah untuk penutupan kembali PMT secara otomatis pada saat hilangnya gangguan sementara tersebut. II. Sistem Jaringan Tegangan Menengah 2.1. Bentuk dasar system jaringan tegangan menengah Pada dasarnya hanya terdapat 2 sistem jaringan, yaitu system radial dan system lingkaran 21.1. Sistem Radial Pada system radial tidak ada alternative pensuplaian, oleh karena itu tingkat keandalannya relatif rendah tetapi pengaturan tegangan dapat dilakukan dengan baik. 2.1.2. Sistem Lingkaran Sistem ini memiliki dua kemungkinan pengaturan , yaitu dari sumberpengisian yang berlainan, jika terjadi gangguan maka terputusnya pengaturan dari sumber pengisian tidak perlu adanya pemadaman, karena akan dilayani dari sumber pengisian yang lain. 2.1.3. Sistem Anyaman Sistem anyaman ini umumnya dipakai pada jaringan tegangan rendah yang kepadatan bebanya cukup tinggi. Penerapan struktur anyaman ini pada jaringan tegangan rendah relatif jarang digunakan, karena perlengkapan peralatan hubungnya mrnjadi mahal( daya hubung singkatnya besar) 2.2. Saluran Udara Tegangan Menengah Sistem lewat udara terdiri dari feeder-feeder disribusi ada yang tersalur dari gardu-garduuntuk melayani daerah- daerah sekelilingnya. Bagian dari feeder dekat gardu boleh berupa system bawah tanah untuk menghindari kepadatan saluran udara dan alasan keindahan. III. Penggunaan Recloser Pada Jaringan Tegangan Menengah 3.1. Gambaran umum Tujuan utama penggunaan Recloser adalah untuk mengatasi gangguan temporer yang terjadi pada saluran udara tegangan menengah. Sedangkan pemakaian Recloser tidak dapat dilakukan pada kabel tanah karena ketidaktahanan terhadap hubung ingkat yang terjadi. 3.2. Penggunaan Recloser Penggunaan Recloser adalah sebagai peralatan pelepasan dan pemasukan kembali PMT secara otomatis. Recloser biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah yang menggunakan system radial. Penempatan recloser secara umum biasanya pada: a) Gardu Induk ; pada peralatan proteksi saluran primer b) Line dengan jarak tertentu dari Gardu Induk sampai sejauh saluran pemutus otomatis. c) Cabang-cabang penting dari saluran-saluran utama dengan tujuan unutk mengamankan saluran udara dari pemutusan dan pemadaman. IV. Kesimpulan 1. Penggunaan recloser lebih tepat dan efektif pada saluran udara tegangan menengah yang menggunakan system radial 2. Recloser harus dikoordinasikan dengan relay gangguan tanah agar recloser dapat bereaksi dengan cepat terhadap gangguan tanah yang cukup kecil Daftar Pustaka 1. Anthony Michael A, Electric Power Protection And Coordination,Mc Craw-hill,Inc NewYork. 2. Asea Braw Boveri, Swicthgear manual, 8 Edition Mannheim,1988 3. Ir.Basri hasan , Sistem Distribusi Tenaga Listrik, Diktat kuliah ISTN Jakarta 1994 4. Perpustakaan LMK-PLN Pole Mounted Recloser And Sectionlizer, LMK-PLN1980 5. Perpustakaan LMK-PLNSistem Penutup PMT Otomatis Pada Jaringan Tegangan Menengah, LMK-PLN1980 6. PT.PLN Standar Perusahaan Umum Listrik Negara,SPLN 52-3,Jakarta 1983

ANALISA PENGARUH RECONNECTOR PADA SUTR – SL TERHADAP SUSUT DISTRIBUSI/LOSSES PT.PLN DISTRIBUSI JAKARTA RAYA DAN TANGERANG

ANALISA PENGARUH RECONNECTOR PADA SUTR – SL TERHADAP SUSUT DISTRIBUSI/LOSSES PT.PLN DISTRIBUSI JAKARTA RAYA DAN TANGERANG Mahpudin/41407110059 Teknik Elektro/FTI-UMB Abstrak Sistem jaringan tenaga listrik yang didambakan adalah kelangsungan penyaluran tenaga listrik secara terus – menerus dengan mutu listrik yang lebih baik. Apalagi PT. PLN Distribusi Jakarta Raya Tangerang Khususnya saat ini sedang berusaha untuk menurunkan losses ditetapkan pada program susut distribusi tahun 2005. Dimana salah satu program tersebut adalah pemerataan beban JTR untuk memperkecil arus netral dan pengganti konektor kualitas rendah. I. Pendahuluan Seiring dengan meningkatnya kondisi perekonomian di Indonesia, maka kebutuhan akan ketersediaan tenaga listrik juga meningkat, dimana ketersediaan tenaga listrik ini juga dikuti dengan kehandalan dalam pendistribusian baik secara kualitas maupun kuantitas. Dari penjelasan diatas terlihat ada dua kepentingan yaitu : - Dari pihak konsumen menginginkan pasokan tenaga listrik yang handal - Sedangkan dari pihak PLN sendiri menginginkan tenaga listrik yang besar dengan tingkat losses yang seminimal mungkin, sehingga keuntungan dari penjualan tenaga listrik yang telah ditargetkan fapat dicapai. II. Peralatan Saluran Udara Tegangan Rendah dan Dan Saluran Langsung 2.1. Tiang Listrik Salah satu komponen utama dari kontruksi jaringan listrik yang digunakan untuk menyangga hantaran listrik serta perlengkapannya agar jarak minimal dengan tanah atau benda lainya terpenuhi. Berdasarkan bahanya dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu : a. Tiang besi b. Tiang beton 2.2. Penghantar SUTR - SL Penghantar atau yang disebut juga konduktor berfungsi untuk menghantarkan arus listrik, dimana besar penghantar ditentukan oleh besarnya arus yang mengalir. Untuk Distribusi Jaya dan Tangerang besar penghantar yang digunakan untuk SUTR adalah 3 X 70 + N mm jadi rata-rata gawang adalah 35 M. 2.3. Pembumian Pembumian pada SUTR memakai kawat CU 50mm terisolasi disini dipakai karena di netral TC selalu ada arusyang diakibatkan karena sulitnya pembagian beban yang betul-betul seimbang di masing-masing fasa. III. Kesimpulan Bahwa pada program rekonector ini dapat memberikan perbaikan secara teknis, dimana losses baik energi maupun tegangan dapat diturunkan, beban lebih merata, pencurian dapat diminimalisir. Daftar Pustaka 1. Basri H , Sistem Distribusi daya Listrik, ISTN Jakarta 1997 2. Suruipto Kursus Pengaman Jaringan Distribusi Tegangan Rendah Udiklat Bogor 3. Tatang A “ Distribusi Tenaga Listrik I “PNI, Jakarta 1999 4. Konektor Tembus Kedap Air Untuk Kabel Pilin Udara Tegangan Rendah, SPLN no 84.1992 Jakarta

PENGGUNAAN RECLOSER DALAM MENGAMANKAN GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH

PENGGUNAAN RECLOSER DALAM MENGAMANKAN GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH Mahpudin/41407110059 Tehnik Elektro/FTI-UMB I. Pendahuluan Pendistribusian tenaga listrik ke konsumen biasanya sering terdapat gangguan-gangguan pada system tenaga listrik antara lain disebabkan oleh gangguan hubung singkat. Gangguan hubung singkat di saluran udara tegangan menengah yang terbanyak merupakan gangguan satu fasa ke tanah yang sipatnya temporer. Dalam hal ini dikarenakan sering terjadi gangguan di saluran udara tegangan menengah, oleh karena itu PT.PLN menggunakan pengaman arus lebih pada system distribusi di sisi tegangan menengah yaitu dengan menggunakan recloser yang diletakan di wilayah rawan terjadi gangguan . II. Landasan teori 2.1. Umum Sistem tenaga listrik adalah semua intalasi dan peralatan yang disediakan untuk tujuan penyaluran dan pendistribusian tenaga listrik, dengan demikian system distribusi termasuk salah satu system tenaga listrik. Sedangkan pengertian dari distribusi listrik adalah semua bagian dari system tenaga listrik yang terletak antara sumber tenaga listrik dengan konsumen. 2.2. Sistem tegangan menengah Saluran tegangan menengah yaitu saluran yang aman dari sisi skunder trafo tenaga pada gardu induk sampai sisi primer trafo pada gardu distribusi. Tegangan nominal yang dipakai umumnya 6,7,12,20 KV yanhg digunakan oleh PLN ialah tegangan 20KV. Hantaran yang digunakan pada jaringan tegangan menengah dapat dibagi 2 macamyaitu : • Jaringan hantaran udara yang dapat menggunakn kawat terbuka atau kabel udara ( SUTM ). • Jaringan hantaran bawah tanah yang menggunakan kabel yang biasa disebut saluran kabel tegangan menengah ( SKTM ). 2.3. Gangguan pada jaringan tegangan menengah Gangguan pada jaringan tegangan menengah dapat dibagi dua : 1. Gangguan dari dalam ; tegangan lebih dan arus lebih. 2. Gangguan dari luar ; pemasangan tidak baik. - Gangguan dari luar : Saluran kabel tegangan menengah (SKTM) - Gangguan mekanis karena pekerjaan galian saluran lain - Kendaraan yang lewat di atasnya - Deformasi tanah Saluran udara tegangan menengah (SUTM) - Angin - Kegagalan atau kerusakan peralatan pada saluran - Cuaca - Benda lain seperti benang laying-layang 2.4. Pengertian Recloser Suatu alat otomatis yang mempunyai kemampuan sebagai pemutus arus bila terjadi gangguan hubung singkat yang dilengkapi dengan alat pengindera arus gangguan dan merupakan peralatan pengatur kerja yang dilakukan apabila itu bersifat temporer. Prinsip kerja: Cara kerja recloser ini tidak banyak berbeda misalnya dalam mendeteksi gangguan keduanya mengguankan sensing trafoarus pada pengaturan elektonik. III. Kesimpulan 1. Berdasarkan perhitungan, apabila terjadi gangguan hubung singkat satu fasa degan tanah dengan jarak lokasi gangguan 50% dari gardu induk atau berada ditengah penyulangadalah 253.42 A 2. Sedangkan berdasarkan data gangguan dari panel box control recloser telah terjadi gangguan hubung singkat satu fasa dengan tanah di fasa R sebesar 326A dimana letak gangguan berada di tengah penyulang. Daftar pustaka 1. Pribadi Kadarisman dan Wahyudi Saimun, Koordinat OCR &GFR 2. Hasan Basri, Sistem Distribusi Tenaga Listrik 3. Djiteng Marsudi, Operasi system Tenaga Listrik 4. McGraw-Edison Power Sistem Division, Distribusi System Proteksi Manual 5. Perpustakaan LMK-PLN, Sistem Pemutus PMT Otomatis Pada Jaringan Tegangan Menengah

EVALUASI KOORDINASI PROSES TRAFO 150-20 KV DI GARDU INDUK TANGERANG BARU

EVALUASI KOORDINASI PROSES TRAFO 150-20 KV DI GARDU INDUK TANGERANG BARU Mahpudin/41407110059 Teknik Elektro/FTI UMB Abstrak Sistem distribusi tenaga listrik yang menggunakan kabel udara sering mengalami gangguan. Gangguan yang sring terjadi adalah gangguan tak simetris yang berupa hubung singkat suatu fasa ke tanah, antar fasa ataupun putusnya salah satu atau dua fasa. Transformator yang merupakan peralatan dalam utama dalam gardu induk harus mendapat pengaman yang tepat. I. Pendahuluan Proteksi system tenaga listrik adalah system proteksi yang dilakukan kepada peralatan-peralatan listrik yang terpasang pada suatu system tenaga misalnya : generator, trafo jaringan dan lain-lain terhadap kondisi abnormal operasi system itu sendiri. Sistem proteksi diperlukan untuk sebagai berikut : a. Menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat gangguan . b. Untuk dapat melokalisir luas daerah tegangan menjadi sekecil mungkin . c. Untuk dapat memberikan layanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumsi dan juga mutu listrik yang baik. d. Untuk mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik. II. Distribusi tenaga listrik 2.1. Distribusi tenaga listrik Tenaga listrik dibangkitkan oleh pusat-pusat listrik seperti : PLTU, PLTA, PLTG, PLTP, PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah tegangan dinaikkan terlebih dahulu oleh trafo step-up. Setelah disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di gardu induk dan diturunkan tegangannya menjadi tegangan 20 KV oleh trafo step-down. Tegangan menjadi 20 KV ini disebut tegangan distribusi primer. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi kemudian tenaga listrik diturunkan menjadi tegangan rendah 380/220 Volt melalui gardu-gardu distribusi dan disalurkan melalui jaringan tegangan rendah ( JTR ) untuk selanjutnya dialurkan ke rumah-rumah konsumen. 2.2. Jenis-Jenis Gangguan Pada dasarnya jenis-jenis gangguan dapat digolongkan menjadi: • Gangguan simetri , dimana system sebelum terjadi besaran-besarannya dalam keadaan seimbang dan setelah gangguan tejadi besaran-besarannya masih dalam keadaan seimbang. • Gangguan tidak simetri, dimana system sebelum gangguan besran-besarannya system dalam keadaan seimbang tetapi setelah terjadi gangguan besaran-besaran tersebut menjadi tidak seimbang . III. Gardu Induk Tangerang Baru 3.1. Transformator Transformator adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya. 3.2. Rele Untuk Proteksi Trafo Daya Ada beberapa macam rele pengaman yang digunakan untuk melindungi trafo dari gangguan yang mungkin terjadi. Adapun jenis rele proteksi yang biasa digunakan sebagai berikut: • Rele arus lebih ; rele yang bekerja berdasarkan arus lebih akibat adanya gangguan hubung singkat • Rele arus lebih berarah ; rele arus lebih yang mempunyai elemen arah. • Rele hubung tanah ; rele hubung tanah pada jaringan tegangan menengah pada dasarnya menggunakan rele arus lebih. • Rele beban lebih ; keadaan bila lebih harus dibedakan dari keadaan arus lebih. 3.3. Sistem Koordinasi Proteksi Gardu Induk Tangerang Baru Sistem proteksi merupakan salah satu dari beberapa system yang mendukung pengopersian system tenaga listrik, dengan demikian maka pengolahannya harus diperhatikan kebutuhan system yang diamankan . Agar system proteksi dapat bekerja sesuai dengan fungsinya maka dalam melakukan koordinasi system pengaman harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Keamanan peralatan b) Keamanan system c) Keamanan konsumen IV. Kesimpulan a. Mengacu pada perhitungan analisa mendapatkan perhitungan arus gangguan bekerja lebih kecil di bandingkan daya arus gangguan tanpa beban maka setting rele menggunakan hasil perhitungan arus gangguan pada kondisi tanpa beban. b. Penentuan setting rele proteksi menggunakan hasil perhitungan gangguan yang paling rendah, sehingga rele akan tetap bekerja jika timbul arus gangguan yang lebih besar. c. Analisis koordinasi proteksi untuk menentukan proteksi trafo mengacu dari arus gangguan untuk menentukan setting rele. d. Sistem proteksi merupakan salah satu dari beberapa system yang mendukung pengoperasian system ditribusi tenaga listrik, dengan demikian maka pengolahannya harus memperhatikan kebutuhan system yang diamankan. e. Agar system proteksi bekerja sesuai dengan fungsinya maka dalam melakukankoordinasi proteksi perlu memperhatikan keamanan peralatan, system dan konsumen. Daftar Pustaka 1) Supervisi Relay Proteksi Transmisi dari Gardu Induk, jasa pendidikan dan pelatihan 2) Sistem Pengaman Trafo Penyulang, Penyaluran dan Pusat Penyaluran Beban Jawa Bali, PT PLN(persero).Jakarta 1999. 3) Rele Proteksi Jaringan Tegangan Menengah, PLN Pembangkitan dan Penyaluran Jawa Bagian Barat. 4) William D. Stevenson,JR, Element of Power System Analysis, Nort Caroline StateUniversty.1981. 5) Paul M Anderson, Analysis Of Faulted Power System, the lowa state university.1973. 6) HIlal, Sistem Distribusi Tenaga Listrik, UMB 2005 7) Husodo B, Analisa Sistem Tenaga Listrik,UMB 2004 8) Badarudin,”Sistem Proteksi”. UMB 2003

PENENTUAN NILAI PENGENAL DAN JENIS ARRESTER UNTUK PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH ( SUTM ) 20 KV

PENENTUAN NILAI PENGENAL DAN JENIS ARRESTER UNTUK PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH ( SUTM ) 20 KV Mahpudin/41407110059 Teknik elektro/FTI UMB I.Pendahuluan Dengan makin meningkatnya kemajuan teknologi khususnya pada bidang industri dan meningkatnya taraf hidup masyarakat, khususnya di kota-kota besar maka akan semakin meningkat pula tuntutan masyarakat akan penggunaan dan pelayanan energi listrik. Terutama terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi yang dapat menyebabkan energi listrik menjadi terganggu. Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada Saluran Udara Tegangan Menengah adalah tegangan lebih. Tegangan lebih adalah merupakan salah satu gangguan yang sangat berbahaya pada system tenaga listrik. Penyebab terjadinya tegangan lebih ada 2 macam yaitu : a. Tegangan lebih dalam ( internal over voltage ) Tegangan lebih yang timbul dari sirkuit itu sendiri. b. Tegangan lebih luar ( exsternal over voltage ) Tegangan lebih yang timbul II. Sistem Jaringan Distribusi 20 KV Dan Perlindunganya Terhadap Sambaran Petir. 2.1. Umum Jaringan distribusi berfungsi mendistribusikan tenaga listrik dari pusat supply. Dalam hal ini didapat dari gardu induk atau pusat pembangkit ke pusat beban (gardu trafo/distribusi). 2.2. Sistem jaringan distribusi Sistem jaringan distribusi ada 2 macam yaitu jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi skunder. • Jaringan distribusi primer adalah jaringan antara gardu induk dan gardu distribusi. • Jaringan distribusi skunder adalah jaringan antara gardu distribusi dan jaringan pelayanan. Sistem jaringan distribusi primer tegangan menengah digunakan pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM). 2.3. Gardu Induk Gardu induk adalah instalasi sarana penyaluran daya listrik yang terdiri dari peralatan-peralatan yang berfungsi menstransformasikan tegangan listrik dari suatu tingkat tegangan ke suatu tingkat tegangan lainnya dan pengukuran. Gardu pada umumnya terbagi 3 jenis: 1. Gardu induk ; serangkaian peralatan listrik yang berfungsi untuk menerima pasokan daya dari pembangkit melalui saluran transmisi dan menurunkannya menjadi tegangan 20 KV. 2. Gardu hubung ; seperangkat peralatan listrikyang berfungsi sebagai penghubung gardu induk dan gardu distribusi. 3. Gardu distribusi ; serangkaian peralatan listrik yang befungsi untuk menurunkan tegangan distribusi menjadi tegangan rendah. 2.4. Saluran Udara Tegangan Menengah Saluran udara tegangan menengah adalah kawat udara yang dipasang di udara terbuka dengan menggunakan tiang sebagai penyangga. 2.5. Jenis Sambaran Petir • Sambaran langsung • Sambaran tidak langsung 2.6. Arrester Arrester adalah merupakan alat yang terpenting dalam koordinasi isolasi system tenaga listrik. Alat ini berfungsi melindungi pealatan listrik yang trpasang pada gardu induk dengan cara membatasi surja tegangan lebih yang datang dari saluran transmisi dan mengalirkannya ke tanah. III. Pemilihan Klas Nilai dan Nilai Pengenal Arrester Dalam pemilihan tipe klas dan nilai pengenal arrester, ada beban factor yang perlu dipertimbangkan yaitu : a. Keperluan proteksi b. Kondisi system tegangan c. Perbedaan antara beberapa tipe klas arrester ; station, line dan distribusi d. Kondisi luar ; apakah normal atau tidak normal IV. Kesimpulan 1. Pada titik gangguan 100% terlihat bahwa besarnya tegangan pada suatu tegangan terjadi gangguan adalah 20 KV maka nilai arrester yang harus digunakan adalah melebihi atau sama dengan 22 KV. 2. Dalam pemilihan nilai pengenal arrester dan pemasangan arrester pada jaringan distribusi tegangan menengah 20 KV harus diperhatikan pembumiannya. Daftar pustaka 1. Antonio Aris Munandar, Teknik Tegangan Tinggi penerbit Pradinya Paramita 2. Pieter kend, KT Sirait, PengantarTeknik Eksperimental Tegangan Tinggi. Penerbit ITB Bandung. 3. Djiteng Marsudi,”Pembangkitan Energi Listrik”, penerbit PT Jalanis berkama. 4. Hasan Basri,”Diktat Kuliah Perncanaan Instalasi Listrik” 5. Hutauruk.TS, Pengetahuan Netral SistemTenaga dan Pengetanahan Peralatan”. 6. KT Sirait,Parouli Pakpahan,”Diktat Peralatan Sistem Tenaga Bagian I”.ITB Bandung. 7. Moh Basri,”Proteksi Gardu Induk”PLN jasdik 1990. 8. PUIL Tahun 2000. 9. SPLN 70-1, SPLN 70-2, SPLN 70-3,PUIL 1987.” Daftar Istilah Bidang Kelistrikan Tahun 1988.

Aplikasi Metode Gradien Daya Reaktif dalam Pemisahan Kontribusi Harmonisa Konsumen dan Utilitas pada Point of Common Coupling (PCC)


oleh : Royadi - 41407110004 
ABSTRAK
Gangguan harmonisa merupakan suatu fenomena di sistem daya AC. Pada mulanya penyebab harmonisa adalah ketika inti besi trafo dan mesin listrik mengalami kondisi saturasi, tetapi seiring berkembangnya teknologi modern yang ditandai dengan penggunaan komponen semikonduktor, masalah harmonisa juga semakin meningkat. Sumber harmonisa dapat berasal dari utilitas maupun konsumen, sehingga perlu dilakukan analisa pemisahan kontribusi harmonisa antara utilitas dan konsumen di PCC. Dari hasil analisa melalui grafik perubahan daya reaktif terhadap waktu (ΔQ/Δt) menunjukkan bahwa grafik cenderung naik selain itu dengan analisa ΔQ/Δt diperoleh angka 0,04 (ΔQ/Δt >0) sehingga dapat disimpulkan bahwa utilitaslah yang mempunyai kontribusi harmonisa terbesar di PCC.

Kata kunci: harmonisa, PCC



PENDAHULUAN

Gangguan harmonisa merupakan suatu fenomena di daya AC. Pada mulanya penyebab harmonisa adalah
ketika inti besi trafo dan mesin listrik mengalami kondisi saturasi [1]. Seiring dengan pertumbuhan teknologi modern yang ditandai dengan peningkatan penggunaan komponen semikonduktor, masalahmasalah harmonisa menjadi meningkat. Yang menjadi tantangan saat ini adalah bagaimana cara
membuktikan sumber harmonisa tersebut dan siapa yang bertanggung-jawab terhadap gangguan harmonisa tersebut
Beberapa metode telah ditemukan untuk mengidentifikasi sumber harmonisa, mulai dari The real power direction method [2,3, 4], metode berdasarkan Teorema Thevenin [5,6] dan Superposisi [7], critical
impedance method [6], serta gradient daya reaktif terhadap waktu (ΔQ/Δt) [8].

POINT OF COMMON COUPLING (PCC)

Menurut IEEE 519, PCC merupakan titik terdekat pada sisi utilitas dari pelayanan pelanggan dimana pelanggan utilitas dapat disuplai. Pengertian PCC secara praktikal yang benar adalah pada sisi primer trafo (tegangan menengah) yang melayani pelanggan, tanpa memperhatikan trafo pelanggan atau lokasi pengukuran (metering). Pada kenyataannya, tentu saja secara praktikal pengukuran dilakukan pada sisi sekunder trafo. Berikut ini adalah gambar dari PCC:



HARMONISA
Harmonisa merupakan suatu fenomena yang timbul akibat pengoperasian beban listrik non linier sehingga terbentuklah gelombang frekuensi tinggi yang merupakan kelipatan dari frekuensi fundamentalnya. Gelombang-gelombang frekwensi tinggi menumpang pada gelombang aslinya (fundamental frequency waveform) sehingga terbentuk gelombang cacat (distorted waveform) yang merupakan jumlah antara gelombang murni sesaat dengan gelombang harmoniknya.

Gambar 2. Gelombang sinusoidal dan terdistorsi [10]






  Gambar 3. Diagram vektor segitiga daya


Pada segitiga daya, ada 3 macam daya yaitu daya aktif (P), daya reaktif (Q) dan daya nyata (S). Daya aktif adalah daya listrik yang dapat diubah ke bentuk energi yang lain seperti cahaya dan lain-lain. Daya reaktif adalah daya yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet dan daya nyata adalah resultan vektor daya aktif dan reaktif.Seperti halnya dengan segitiga daya, nilai RMS merupakan akar kuadrat dari penjumlahan fundamental (H1) kuadrat dan harmonisa (HN) kuadrat sehingga nlai RMS dapat dianalogikan sebagai daya nyata (apparent power) sedangkan fundamental (H1) dapat dianalogikan sebagai daya aktif dan harmonisa (HN) dapat dianalogikan sebagai daya reaktif karena sifat tidak berkontribusi pada pemakaian daya yang berdayaguna.
Apabila pada suatu sistem distribusi timbul harmonisa maka power factor sistem distribusi menjadi jelek (<0.85) sehingga daya reaktif menjadimeningkat. Daya reaktif ini memerlukan kompensasi terhadap     cos φ yang jelek tersebut berupa capasitor bank dan filter harmonik.

GRADIEN DAYA REAKTIF
Penggunaan nilai-nilai daya reaktif dalam metode gradien daya reaktif terlebih dahulu harus memperhatikan impedansi sumber harmonisa apakah induktif atau kapasitif. Metode gradien daya reaktif merupakan adaptasi dari persamaan keseimbangan energi, yaitu [8]:
E = Ein - Eout (1)
dengan:
E = Rate of change of total energy
Ein = Flow of energy into the system
Eout = Flow of energy out the system
Penerapan konsep keseimbangan energi pada daya
reaktif pada PCC, didapatkan [8]:
Q = Qin - Qout (2)
dengan :
Q = Rate of change of total reactive power
Qin = Flow of reactive power into the system
Qout = Flow of reactive power out the system

Persamaan 2 dapat dituliskan ulang sebagai berikut [8] :

ΔQ     Qin-Qout
______    =      ____________
Δt          Δt

Pada gambar 3 diasumsikan bahwa arah positif daya reaktif adalah dari utilitas ke konsumen.

Pada PCC, tingkat perubahan daya reaktif adalah [8]:
ΔQpcc     Qu pcc – Qc pcc
______            =   _______________________  
Δt               Δt

dimana :
Qu-pcc : Daya reaktif dari ulititas ke PCC
Qc-pcc : Daya reaktif dari konsumen ke PCC

Jika Qu-pcc > Qc-pcc maka ΔQpcc / Δt > 0 sehingga sumber utama harmonisa adalah utilitas sedangkan jika Qu-pcc < Qc-pcc maka ΔQpcc / Δt < 0 sehingga sumber utama harmonisa adalah konsumen.
Dari rumus tersebut maka untuk menghitung daya reaktif pada PCC digunakan rumus [8]:

Qpcc = Im ( Vpcc* I pcc )                          (5)

dimana :
Qpcc : Daya reaktif pada PCC
Vpcc : tegangan harmonisa yang diukur pada PCC
I pcc : arus harmonisa yang diukur pada PCC

Hipotesis untuk metode gradient daya reaktif dapat disederhanakan sebagai berikut:
·         Jika ΔQ/Δt > 0, utilitas sebagai sumber utama harmonisa
·         Jika ΔQ/Δt < 0, konsumen sebagai sumber utama harmonisa
PENGUMPULAN DATA
Penelitian dilakukan di PCC salah satu Gardu Induk yang menyuplai industri peleburan baja dimana
peralatan pabrik yang digunakan antara lain adalah electric arc furnace (EAF). EAF menghasilkan harmonisa yang cukup besar pada sistem distribusi.
Spesifikasi Trafo di sisi utilitas:
Tipe                              : Outdoor
Daya                            : 60.000 kVA
Tegangan Kerja            : 150 kV // 20 kV
Arus                             : 1,7 – 230,9 A
Hubungan                     : YNyn0
Impedansi                     : 12,8 %
Phasa                           : 3
Frekwensi                     : 50 Hz
Tipe Pendinginan           : ONAN/ONAF

Dengan melakukan pengukuran dan perekaman data di titik PCC (pada sekunder CT dan PT di panel
incoming 20 kV – sisi sekunder transformator) maka diperoleh data daya reaktif (Q), arus harmonisa dan tegangan harmonisa (Tabel 3). Setelah dilakukan pengukuran ternyata harmonisa ke 7 merupakan
harmonisa yang paling dominan, sehingga data arus harmonisa (Ih7) dan tegangan harmonisa ke 7 (Vh7) yang digunakan untuk analisa.

Tabel 3. Daya reaktif & rata-rata ITHD                                                                                                                
Waktu
(t)
Daya Reaktif (Var)
Ih7
(A)
    Vh7             (V)
15:15
309
84
62
15:20
342
84
74
15:24
267
60
54
15:27
258
60
56
15:31
336
84
72
15:34
264
60
52
15:42
303
72
56
15:47
405
84
68
15:52
315
60
48
15:55
327
72
64
16:00
405
84
66
 
Analisa Sumber Harmonisa Berdasarkan Grafik

Analisa sumber harmonisa dapat dilakukan dengan melihat daya reaktifnya. Hal ini dikarenakan jika
pada suatu sistem distribusi terdapat harmonisa maka harmonisa akan membuat PF (power factor) dan
DPF (displacement power factor) pada system tersebut menjadi lebih rendah dari 0,85. Pada analisa
dengan menggunakan metode gradien daya reaktif, sumber harmonisa terbesar pada PCC dapat diketahui dengan membuat grafik dengan mengmenggunakan data pada Tabel 3.
Hubungan antara Vh7, Ih7 dan Q  bahwa besarnya daya reaktif (Q) mengikuti besarnya arus dan tegangan harmonisa. Semakin besar arus dan atau tegangan harmonisa maka semakin besar pula daya reaktifnya,demikian sebaliknya. Hal ini membuktikan bahwa besarnya daya reaktif dapat digunakan untuk menganalisa sumber harmonisa.          
Hubungan daya reaktif terhadap waktu bahwa kecenderungan grafik daya reaktif terhadap waktu mengalami kenaikan. Berdasarkan konsep metode gradien daya reaktif disebutkan bahwa jika ΔQ/Δt>0 atau arah positif maka dapat disimpulkan bahwa sumber harmonisa terbesar adalah dari sisi utilitas.                                               
Dalam menganalisa sumber harmonisa, metode Gradient Daya Reaktif membutuhkan data lebih dari
satu kali pengukuran untuk mengetahui kecenderungan kenaikan atau penurunan daya reaktif dan
arus & tegangan harmonisa sehingga dibutuhkan alat ukur yang dapat merekam data pada suatu kurun
waktu tertentu.
Analisa Sumber Harmonisa Berdasarkan
Perhitungan
Selain menggunakan grafik, analisa metode gradient daya reaktif dapat juga dilakukan dengan menggunakan analisa perhitungan. Dengan menggunakan tabel 3, dicari nilai ΔQ/Δt apakah lebih besar dari nol atau kurang dari nol
ΔQ = Qakhir - Qawal                           
       = 405 – 309 = 96 Var
 Δt  = takhir - tawal
      = 16:00 – 15:15 = 2700 detik
ΔQ        9600
______  =         ____________
Δt         2700
      = 0,04 > 0   
Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa ΔQ/Δt>0 maka berdasarkan konsep metode gradien
daya reaktif dapat disimpulkan bahwa sumber harmonisa terbesar adalah dari sisi utilitas.

Gambar 7. Simulasi dengan ETAP

Analisa Sumber Harmonisa Berdasarkan Aliran
Daya Reaktif
Berdasarkan data-data pengukuran dan spesifikasi transformator, maka dapat dibuat bentuk pemodelannya dengan menggunakan ETAP dapat dilihat pada Gambar 7 menunjukkan hasil run load flow dengan software ETAP. Pada bus 6 terlihat daya reaktif yang masuk ke PCC (bus 4) adalah sebesar 50109 kVar. Sedangkan total daya reaktif yang keluar dari PCC yang masuk ke beban-beban adalah sebesar 49675 kVar (17174+15180+16721). Berdasarkan konsep metode gradien daya reaktif disebutkan bahwa jika Qu-pcc > Qc-pcc dan ΔQpcc / Δt > 0 maka dapat disimpulkan bahwa sumber harmonisa terbesar adalah dari sisi utilitas

KESIMPULAN
Berdasarkan analisa sumber harmonisa berdasarkan grafik, perhitungan dan aliran daya reaktif, metode gradient daya reaktif menunjukkan bahwa sumber harmonisa terbesar adalah dari sisi utilitas. Karena sumber harmonisa terbesar dari utilitas maka pada sisi utiltas perlu dipasang filter harmonisa agar harmonisa tersebut tidak menyebar ke seluruh system distribusi.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Teshome, “Harmonic Source and Type Identification in a Radial Distribution System
(Presented Conference Paper style)”, presented at the IEEE 1991 Industry Applications Society annual Meeting, Dearboran, Michigan, September 28–October 4, 1991, Paper No. 32025.
[2] W. Xu, X. Liu and Y. Liu, “An Investigation on the validity of power-direction method for harmonic source detection”, IEEE Trans.
Power Delivery, vol. 18, pp. 214–218, January 2003.
[3] W. Xu and Y. Liu, “A method for determining customer and utility harmonic contributions at the point of common coupling”, IEEE Trans.
Power Delivery, vol. 15, pp. 804–811, Apr. 2000.
[4] M. Tsukamoto, I. Kouda, Y. Natsuda, Y. Minowa and S. Nishimura, “Advanced method to identify harmonics characteristic between utility grid and harmonic current sources”,
presented at the 8th Int. Conference on harmonic and quality of power, Oct. 14–16, 1998, pp. 419–425.