Diposting oleh : Nur ifan Syah
NIM : 41407110117
Kemampuan menguasai teknologi tinggi adalah
merupakan syarat mutlak bagi suatu negara untuk memasuki negara
industri baru. Salah satu bidang teknologi tinggi yang sangat
mempengaruhi peradaban manusia di abad ini adalah teknologi
semikonduktor dan mikroelektronika. Bidang ini biasanya dianalogikan
dengan tiga kata bahasa Inggris yang mempengaruhi kehidupan modern
yaitu
Computer, Component dan communication.
Untuk komputer, topik utama dalam bidang ini adalah bagaimana membuat
komputer menjadi lebih cepat, lebih ramping dengan fungsi yang lebih
kompleks dan komsumsi daya yang makin kecil. Untuk tujuan tersebut,
terdapat dua pendekatan yang saling mendukung yakni dari segi hardware
dan software. Dari segi
hardware adalah bagaimana membuat transistor sebagai komponen aktif terkecil menjadi semakin kecil dan berkecepatan tinggi. Dari segi
software adalah bagaimana mendesain rangkaian terpadu (
integrated circuit) yang makin kompleks menjadi semakin ramping dan kompak. Tulisan di bawah ini membahas mengenai pendekatan dari segi
hardware
yakni perkembangan dari divais-divais elektron (elektron devices) saat
ini dan yang akan datang sebagai komponen dasar peralatan
semikonduktor/elektronika, dengan tinjauan dari sudut material
semikonduktor itu sendiri.
Teknologi Silikon
Pembahasan tentang divais semikonduktor
tentunya tidak bisa lepas dari material semikonduktor itu sendiri
sebagai bahan dasar pembuatan divais tersebut. Silikon (Si) dengan
persediaan yang berlimpah di bumi dan dengan teknologi pembuatan
kristalnya yang sudah mapan, telah menjadi pilihan dalam teknologi
semikonduktor. Silikon
very large scale integration
(VLSI) telah membuka era baru dalam dunia elektronika di abad ke-20
ini. Kebutuhan akan kecepatan yang lebih tinggi dan unjuk kerja yang
lebih baik dari komputer telah mendorong teknologi silikon VLSI ke
silikon ultra high scale integration (ULSI). Saat ini
metaloxide semiconductor field effect transistor (MOSFET)
masih dominan sebagai divais dasar teknologi integrated circuit (IC).
Dimensi dari MOSFET menjadi semakin kecil dan akan menjadi sekitar 0,1
mikron untuk ukuran giga-bit dynamic random acces memories (DRAMs).
Beberapa masalah yang timbul dalam usaha memperkecil dimensi dari
MOSFET antara lain efek short channel dan hot carrier yang akan
mengurangi unjuk kerja dari transistor itu sendiri.
Walaupun sudah banyak kemajuan yang dicapai, pertanyaan yang selalu
muncul adalah sampai seberapa jauh limit pengecilan yang dapat
dilakukan ditinjau dari segi proses produksi, sifat fisika dari divais
itu sendiri dan interkoneksinya. Banyak masalah dari segi fabrikasi
yang dapat menjadi penghambat. Sebagai salah satu contoh keterbatasan
dari proses produksi adalah teknik
lithography
yaitu teknik yang diperlukan untuk merealisasikan desain sirkuit ke
lempengan (waver) silikon dalam proses fabrikasi IC. Dengan menggunakan
cahaya sebagai sumber berkas, dimensi dari lithography dengan
sendirinya akan dibatasi oleh panjang gelombang dari cahaya itu
sendiri. Oleh sebab itu dikembangkan teknik lithography yang lain
menggunakan sinar-X dan berkas elektron. Dengan menggunakan kedua
teknik ini tidak terlalu ekonomis untuk digunakan pada proses produksi
IC secara massal. Dari uraian di atas, terlihat masih adanya beberapa
masalah yang akan timbul dalam proses fabrikasi IC di masa yang akan
datang.
Teknologi berbasis silikon
Seperti diketahui, ditinjau dari
struktur elektronikanya, material semikonduktor dapat dibedakan atas
dua jenis yaitu yang memiliki celah pita energi langsung (direct
bandgap) dan celah pita energi tidak langsung (indirect bandgap).
Silikon adalah material dengan celah energi yang tidak langsung, di
mana nilai minimum dari pita konduksi dan nilai maksimum dari pita
valensi tidak bertemu pada satu harga momentum yang sama. Ini berarti
agar terjadi eksitasi dan rekombinasi dari membawa muatan diperlukan
perubahan yang besar pada nilai momentumnya. Dengan kata lain, silikon
sulit memancarkan cahaya. Sifat ini menyebabkan silikon tidak layak
digunakan sebagai piranti fotonik/optoelektronik, sehingga tertutup
kemungkinan misalnya membuat IC yang di dalamnya terkandung detektor
optoelektronik atau suatu sumber pemamcar cahaya dengan hanya
menggunakan material silikon saja. Beberapa usaha telah dilakukan untuk
mengatasi hal ini antara lain dengan mengembangkan apa yang dikenal
sebagai bandgap engineering. Salah satu contohnya adalah menumbuhkan
struktur material SiGe/Si straitned layer superlattice. Parameter
mekanik strain yang timbul karena perbedaan konstanta kisi kristal
antara lapisan SiGe dan Si tersebut akan mempengaruhi struktur
elektronik dari material di atas sehingga muncul efek brillioun-zone
folding yang mengubah struktur pitanya menyerupai material dengan celah
energi langsung (direct bandgap). Kombinasi dari kedua material
tersebut memungkinkan terjadinya pemancaran dan penyerapan cahaya. Cara
lain yang juga popular untuk memperbaiki sifat optik dari silikon
adalah apa yang dinamakan material silikon porous. Dengan pelarutan
secara elektrokimia, pada lempeng silikon dapat berbentuk lubang-lubang
yang berukuran puluhan angstrom. Dengan bantuan sinar laser, akan dapat
dilihat dengan mata telanjang pemancaran cahaya dari material silikon
tersebut. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan menggunakan model
two-dimensional quantum confinement. Kelemahan dari teknik ini adalah
sifat reproducibility-nya yang rendah. Kemajuan-kemajuan di atas
membuka era baru bagi material silikon dan panduannya untuk
diaplikasikan pada divais optoelektronika.
Teknologi GaAs
Salah satu hambatan dari teknologi silikon
adalah sifat listrik yang berhubungan dengan rendahnya mobilitas
pembawa muatan dari material silikon ini. Mobilitas adalah parameter
yang menyatakan laju dari pembawa muatan dalam semikonduktor bila
diberi medan listrik. Untuk membuat piranti berkecepatan tinggi,
galium arsenide
(GaAs) dan material-material panduannya telah dipertimbangkan sebagai
material pengganti silikon. Selain untuk divais elektron, material ini
juga digunakan divais fotonik/laser dan divais gelombang mikro (
microwave device).
GaAs adalah material semikonduktor dari golongan III-V yang memiliki
mobilitas elektron sekitar enam kali lebih tinggi dari silikon pada
suhu ruang. Material ini bertipe celah energi langsung. Dengan
memanfaatkan kelebihan ini, telah berhasil dibuat transistor yang
disebut
high electron mobility transistor (HEMT), menyusul transistor yang lebih dahulu popular untuk teknologi GaAs yaitu
metal semiconductor field effect transistors (MESFET).
Struktur dari HEMT mirip dengan MOSFET, tapi dengan menggunakan teknik
modulasi doping, di mana elektron dapat dipisahkan dari ion pengotornya
dan bergerak dalam sumur potensial dua dimensi (2DEG) dengan kecepatan
tinggi. Pengembangan IC dengan berbasis material GaAs saat ini juga
sedang ramai diteliti. Beberapa tahun yang lalu telah berhasil dibuat
64 kb static random access memory (SRAM) yang berkecepatan tinggi
sebesar 2ns dengan menggunakan teknologi HEMT berukuran 0,6 mikron.
Transistor berkecepatan tinggi lainnya yang sedang dikembangkan adalah
heterojunction bipolar transistor (HBT).
Struktur dari transistor ini adalah sambungan npn di mana emiter
menggunakan material dengan celah energi yang lebih besar dibandingkan
dengan base dan kolektor. Pada kondisi ini, diharapkan resistansi dari
base dan kapasitansi dari sambungan base-emitter akan dapat direduksi
sehingga dapat diperoleh frekuensi maksimum osilasi (f
maks) yang tinggi. Saat ini sudah dibuat HBT dengan f
maks
200 GHz. Walaupun banyak kemajuan yang sudah dicapai, banyak orang
meragukan kemampuan teknologi GaAs ini untuk dapat bersaing dengan
teknologi silikon dalam orde 0,1 mikron atau yang lebih kecil. Itulah
sebabnya, banyak perusahaan semikonduktor terutama di Amerika Serikat
yang tidak menganggap teknologi GaAs ini sebagai pengganti silikon.
Divais kuantum
Dewasa ini, perhatian besar juga diberikan pada struktur semikonduktor berdimensi rendah (
low-dimensional semiconductor)
seperti quantum well (2D), quantum wire (1D) dan quantum dot (0D).
Struktur seperti ini adalah pembuka jalan ke era fabrikasi
nanoteknologi dan divais kuantum (quantum device). Telah diketahui
bahwa bila elektron dikurung dalam daerah potensial dengan dimensi yang
sama dengan panjang gelombangnya maka akan muncul sifat gelombang
elektron dan berbagai fenomena kuantum akan dapat diamati. Beberapa
fenomena kuantum dapat mengurangi performansi dari divais itu sendiri
sedangkan fenomena yang lain dapat memacu terciptanya divais kuantum
yang baru. Beberapa divais kuantum seperti
wire-transistor, single-electron transistor
sudah berhasil dibuat dan menunjukkan kecepatan yang tinggi.
Permasalahan yang timbul dari divais yang dibuat berdasarkan struktur
semikonduktor dimensi rendah ini adalah arus drive yang rendah sehingga
masih sulit untuk diaplikasikan. Secara umum, permasalahan yang
dihadapi divais kuantum ini adalah operasi kerjanya yang masih harus
dilakukan pada suhu rendah (seperti suhu helium cair : 4,2K) agar dapat
diamati fenomena kuantum secara jelas. Hal ini tentunya akan menaikkan
ongkos pembuatan sehingga belum menarik untuk diproduksi.
Intelligent material
Dari uraian di atas terlihat bahwa
meskipun perkembangan divais semikonduktor dewasa ini sangat cepat,
beberapa hambatan sudah mulai terlihat. Pertanyaan yang muncul adalah
apakah usaha-usaha untuk memperbaiki performasi dari divais
semikonduktor dapat terus dilakukan dengan pola yang ada sekarang ini
atau harus dicari pola yang lain. Pola yang ada sekarang adalah bahwa
dalam teknologi IC, transistor sebagai divais aktif dasar hanya
mempunyai satu fungsi saja dan kemudian diubah menjadi berfungsi banyak
dengan bantuan disain sirkuit dan
software.
Dengan berkembangnya permintaan untuk menciptakan suatu rangkaian
terpadu yang makin kompleks, beban yang ditanggung oleh disain
software akan makin berat sehingga kemungkinan besar sulit untuk direalisasikan. Untuk itu, dari pihak
hardware,
haruslah dilakukan usaha untuk dapat membantu meringankan beban
tersebut. Salah satu usul adalah menciptakan divais yang multifungsi
sehingga divais menjadi lebih adaptif. Divais seperti ini dapat
direalisasikan dengan menggunakan apa yang disebut sebagai
intelligent material. IC yang terbuat dari divais yang adaptif seperti ini akan menjadi bermultifungsi tanpa harus membebani disain
software yang makin kompleks.
Tantangan di Indonesia
Jadi terlihat bahwa teknologi semikonduktor berkembang sangat pesat
dengan mengeksploitasi fenomena-fenomena fisika yang sebelumnya hanya
tertulis dalam
texbook
semikonduktor atau zat padat saja. Hal ini dimungkinkan karena
banyaknya kemajuan yang dicapai dalam pengembangan peralatan-peralatan
penumbuh material dalam bentuk film tipis. Hal ini juga diimbangi
dengan kemajuan dalam teknik fabrikasi divais dan proses produksi.
Sebagai teknologi tinggi, teknologi semikonduktor saat ini hanya
terpusat di negara-negara industri dan negara industri baru saja karena
memang membutuhkan biaya riset yang besar dan banyak tenaga ahli. Untuk
Indonesia, langkah terbaik yang harus dilakukan adalah secepat mungkin
terlibat dalam teknologi ini sehingga tidak jauh tertinggal. Prioritas
pengembangan harus dapat ditentukan sendiri tanpa harus mengikuti jejak
dari negara-negara yang sudah lebih dahulu maju dengan teknologi ini.
Hal ini tentunya harus dikaitkan dengan peluang kompetisi yang masih
tersisa. Negara-negara industri baru di Asia sudah membuktikan bahwa
selalu ada peluang yang dapat ditempuh. Salah satu langkah konkrit yang
mendesak saat ini adalah memperbanyak para ahli yang menguasai
teknologi ini sehingga dapat terbentuk suatu masyarakat semikonduktor
ynag dapat bekerja sama.
Wilson Walery Wenas, Ph.D adalah Peneliti di Laboratorium Semikonduktor, Fisika-ITB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar